[Ficlet-Mix] Dating Time

Dating Time

megaton-bomb

Kim Jaehwan, Choi Minki, Ha Sungwoon, Yoon Jisung, Kang Dongho, Ong Seongwoo-

AU!, Fluff, Romance/Ficlet-Mix/PG-15

***

[1]
Kim Jaehwan x Park Woffi

Sejatinya, Jaehwan bukanlah tipe lelaki yang romantis. Tetapi tidak pula tergolong dalam kaum laki-laki membosankan yang tidak tahu bagaimana caranya membangun suasana ketika berkencan bersama kekasihnya. Mungkin, tidak banyak yang tahu sisi lain dari seorang Kim Jaehwan lantaran ia terlalu sempurna jika dilihat dari luar. Pemilik suara emas ini, nyatanya memiliki sifat yang bertolak belakang dengan asumsi yang dibuat orang-orang yang hanya ia tunjukkan pada gadis kesayangannya.

“Sudah menunggu lama, Woff?” Suara lembutnya itu mengalun ketika ia tiba di hadapan gadisnya. Mengenakan t-shirt berpola garis-garis yang selaras dengan milik sang kekasih, tampaknya kedua sejoli itu sudah merencanakan kencan yang menyenangkan jauh-jauh hari.

“O, Jaehwan-iie! Kukira kau tidak akan datang.”

“Maaf, jalanan macet sekali dan ponselku kehabisan daya. Jadi aku tidak bisa mengabarimu jika akan terlambat.”

“Dasar. Kebiasaan sekali. Kau pasti bermain game semalam sampai ketiduran dan lupa mengisi daya ponselmu, ‘kan?”

Sebagai jawaban, Jaehwan mengangguk sembari cengengesan.

“Kau benar-benar mengetahui segalanya tentangku!”

“Ck, dan kau bangga, huh? Aku tak mengerti kenapa orang-orang di luar sana justru memujamu dan mengatakan bahwa kau adalah tipe ideal untuk dijadikan pacar. Ya ampun! Mereka harus melihat kau yang sebenarnya dan aku bertaruh tak akan ada satu pun wanita yang masih berpikir bahwa kau benar-benar keren.”

Jaehwan tertawa. Satu tangannya ia kalungkan pada leher si gadis lantas menariknya agar lebih dekat.

“Tidak perlu. Kau tak perlu melakukan hal itu, Woff-a.”

“Kenapa?”

“Karena aku sudah memilikimu.”

Sial. Woffi hampir saja merelakan jantungnya mencuat jika ia tak mencoba bertahan dari serangan dadakan yang dilakukan Jaehwan barusan. Well, Jaehwan memang menyebalkan, tetapi bagi Woffi justru lelaki sepertinyalah yang ia butuhkan. Tidak hanya bisa membuat mood-nya menjadi lebih baik, tetapi Jaehwan tipe lelaki setia yang takkan mudah berpaling meski banyak menerima godaan.

“Aku tak membutuhkan perempuan lain selagi ada kamu, tahu!”

Woffi mencebik. “Lantas, jika aku tak ada?”

“Ya … aku akan memikirkannya nanti.”

“Kim Jaehwan!”

Tawa keras mengisi udara. Kemudian Jaehwan tiba-tiba melepaskan rangkulan, menarik tubuh gadisnya agar berhadapan secara langsung lantas berujar, “Tenang saja, aku hanya mencintaimu, Park Woffi.”

Si gadis tersipu. Baru saja bibirnya akan merangkai balasan, tiba-tiba pemuda di hadapannya itu melompat ke arahnya, membuat Woffi yang terkejut dengan sigap menangkap tubuh Jaehwan. Sedangkan si pemilik tubuh justru tertawa dengan lantang.

Ya! Turun, kau, Kim Jaehwan! Seharusnya aku yang melompat dan meminta gendong padamu, tahu! Dasar kekanakan!”

Tak mengindahkan titah kekasihnya itu, Jaehwan justru melingkarkan kakinya kian erat pada pinggang si gadis dan mengalungkan lengan di leher kekasihnya—masih dengan tawa yang tak berkesudahan. Sementara itu, Woffi yang awalnya kesal justru ikut tertular tawa si pemuda. Untung saja ia sudah amat hapal dengan tingkah absurd Kim Jaehwan, jadi hal seperti ini bukanlah hal yang baru baginya.

“Aku mencintaimu, Woffi-ya!”

“Aku juga mencintaimu, Jaehwan-iie!”

Dan akhir dari kalimat tersebut dibalas dengan kecupan manis di bibir sang gadis.

[2]
Choi Minki x Shin Kyungja

“Shin Kyungja, ayo dorong aku!”

Acara berbelanja yang seharusnya mengasyikkan justru membuat Kyungja melipat wajahnya. Ia benar-benar kesal. Bukannya apa-apa, tapi kelakukan Choi Minki sungguh membuatnya pusing. Well, ia memang tahu jika kekasihnya itu tergolong dalam kaum dengan kenormalan yang hampir mendekati batas limitnya, tetapi ia masih tak mengerti kenapa ia malah semakin dan semakin jatuh cinta pada lelaki abnormal itu.

Ya, Kyungja-ya!”

Teriakan melengking itu memaksa Kyungja menghentikan langkah. Ia mendesah sebelum akhirnya berbalik dan menguntai langkah menuju Minki yang sudah siap sedia di dalam troler. Menunggu untuk di dorong dan di bawa ke sana-sini selagi mereka berbelanja.

Pada dasarnya, Kyungja yang terlihat enggan, benar-benar ingin meninggalkan lelaki itu di sana. Jika tahu begini, ia akan memilih untuk berbelanja sendirian dari pada harus mengurusi bayi besar yang tak tahu malu itu.

“Kenapa meninggalkanku, huh? Trolernya mana bisa berjalan sendiri kalau tidak ada yang mendorongnya,” celoteh Minki ketika Kyungja telah tiba di dekatnya. Lalu si gadis menggenggam pengendali troler lantas mulai mendoronganya perlahan.

“Dasar kekanakan!” keluh Kyungja. Tak acuh, gadis itu lantas meraih apa saja yang bisa ia raih dan memasukkan ke dalam troler tanpa memerhatikan keberadaan Minki di dalam sana.

“Oi, pelan-pelan! Kau yakin akan membeli semua ini? Eh, sudah tidak ada ruang lagi di trolernya, Sayang. Tidak biasanya kau boros sekali seperti ini dan—“

“Diam kau, Cerewet!”

Nada ketus yang menguar membuat Minki bungkam. Ia sudah sangat hapal dengan kekasihnya itu. Jadi, jika suasana sudah berubah mencekam begini, berarti ia tengah terlibat masalah kini. Memilih untuk diam-diam turun dari troler, Minki lantas mengatur jarak sedemikian rupa dengan si gadis yang rautnya masih menyeramkan.

“Cepat bawa trolernya, masih ada beberapa barang yang perlu kubeli.”

Titah si gadis membuat Minki menjadi sosok yang penurut. Meski bersusah-payah untuk mencegah bibirnya mengeluarkan kata-kata, namun Minki yang sadar dengan keadaan mencoba untuk tabah. Salah-salah, Kyungja bisa saja mengamuk dan meninggalkannya tanpa kata-kata. Lebih dari itu, Minki sesungguhnya masih tidak mengerti kenapa gadisnya berubah galak tiba-tiba. Seingatnya ia tak ada melakukan kesalahan. Entahlah, Minki berniat untuk menanyakannya nanti, ketika si gadis sudah jauh lebih baik dari saat ini.

Waktu berjalan begitu saja dan keduanya masih dirundung diam. Hal tersebut membuat Minki semakin gelisah. Ini tidak bisa dibiarkan. Bisa-bisa, Minki akan mati berdiri lantaran terlalu lama mencegah bibirnya berkicau. Lantas, ketika Kyungja memasukkan beberapa jajanan ke dalam troler, Minki yang berada cukup dekat mulai membuka suaranya.

“Hei, Kyungja-ya. Sebenarnya, kau kenapa, sih?” Pada akhirnya pertanyaan yang terpendam pun mencuat.

“Aku?”

Minki mengangguk. “Kau tiba-tiba mendiamkanku seperti ini dan mulai berpola seperti singa betina yang akan mengamuk, tahu!”

Si gadis berdecak lantas melanjutkan langkahnya.

“Hei!”

“Lalu, kau benar-benar ingin melihat singa betina-mu ini mengamuk, huh?” Kyungja berbalik tiba-tiba. Tatap matanya membuat Minki bergidik. Wah, sepertinya Minki benar-benar dalam masalah kini.

“Bukan. Bukan seperti itu. Aku hanya—“

“Kau itu menyebalkan, tahu!” keluh Kyungja kemudian. “Oke, aku tahu kau memang tipikal lelaki manja. Kau juga suka bertingkah seperti anak-anak. Tapi, Minki-ya, hari ini aku benar-benar lelah dan kau justru menyuruhku mendorong troli yang kau tempati ke sana-sini. YA! KAU ITU BUKANNYA RINGAN, TAHU!”

Minki terkejut mendengar pekikan sang gadis. Beberapa pasang mata kini memerhatikan keduanya penuh tanya. Lekas saja, tanpa menunggu lagi, Minki meraih pergelangan tangan gadisnya dan membawanya ke luar. Mencoba menghindar dari rasa malu pun takut yang kian menyebar.

Well, sekarang Minki sadar kenapa gadisnya berubah menjadi seram. Ternyata tanpa sadar justru ia yang membuat kesalahan. Mencoba membunuh rasa takut, Minki yang masih menggenggam tangan gadisnya dan sudah berada di luar, lekas menariknya agar lebih dekat. Memberi pelukan tiba-tiba, Minki lantas berbisik lembut:

“Maaf, Sayang. Aku sudah membuatmu kesal, ya? Sebagai gantinya, ayo kita pergi nonton, kudengar ada film romantis yang baru saja keluar.” Minki mengakhirinya dengan kecupan singkat di bibir gadisnya, seolah tengah mencoba mencuri perhatian si gadis agar tak menekuk wajahnya terus-terusan.

YA, CHOI MINKI! BAGAIMANA DENGAN BELANJAANKU, HUH?!”

Alih-alih menjadi jinak, Kyungja justru kian galak. O, sepertinya Minki benar-benar akan kewalahan menghadapi gadis singanya hari ini.

[3]
Ha Sungwoon x Akira Ahn

Dentingan teratur antara gelas dan sendok menjadi nada yang mengalun di tengah keheningan yang membuat Sungwoon kebosanan. Sebenarnya, pemuda itu tengah bersama sang kekasih kini. Namun si gadis justru sibuk memaku tatap pada layar ponsel sembari sesekali tergelak dan mengabaikan eksistensinya yang benar-benar nyata kini.

Dengusan tak diindahkan. Agaknya si gadis benar-benar terhipnotis dengan benda persegi panjang tersebut. Mencoba mengusir suntuk dengan membuat sedikit keributan guna menarik perhatian, Sungwoon justru kian tenggelam dalam ketidakpastian. Hingga kemudian, Sungwoon yang sudah tidak tahan diduakan memilih untuk berdiri lantas menyeret langkah menuju kursi si gadis yang berseberangan dengannya lalu menjatuhkan bokong di ruang kosong yang tersisa.

“Akira Ahn! Apa serunya bermain ponsel terus-menerus, huh?” Sungwoon mencebik. Maniknya mencoba menilik isi percakapan yang terjadi di grup chatting kekasihnya itu. Obrolan seperti apa yang membuat dirinya sampai diabaikan seolah tidak pernah ada?

Si gadis tersentak lantas mengalihkan tatap pada Sungwoon yang memasang wajah masam. Tanpa sadar, tawa Akira menyembur. Tidak hanya karena ekspresi Sungwoon yang sungguh terlihat lucu, pun karena ia merasa geli dengan nada bicara si pemuda yang menjurus pada rengekan.

“Apa yang sedang kau bicarakan dengan teman-temanmu, hm? Seseru itukah sampai kau mengabaikanku?”

“O, maaf.” Akira sontak melepaskan genggaman pada ponsel yang kini ia geletakkan di atas meja. “Lagi-lagi aku bersikap menyebalkan, ya, karena terlalu addict dengan ponsel?” Si gadis menghela napas.

Ck, Akira-ku ini kapan bisa melepas candu pada benda canggih itu, sih?”

Omo, Sungwoon-a, maafkan aku, ya?” Akira berujar sembari berpolah imut, membuat Sungwoon menjadi tak bisa menolak permohonan maaf kekasihnya itu. “Aku tidak sadar sudah mengabaikanmu. Sungguh.”

Sudut bibir Sungwoon tertarik dengan sendirinya. Meski ia mengerti dengan kekasihnya yang memang gemar berbagi cerita di grup chatting bersama teman-temannya, tetapi terkadang rasa tak nyaman pun cemburu hinggap pada dirinya. Kebiasaan memang sulit untuk dihapuskan secara kilat, dan Sungwoon yang mencoba sabar tidak pernah bosan-bosannya untuk menjadi pengingat.

Melingkarkan lengannya pada pinggang si gadis, Sungwoon lantas meletakkan kepalanya pada pundak kekasihnya. Berpolah manja demi mendapatkan perhatian adalah hal yang paling efektif yang bisa ia lakukan. Dan hal yang sudah menjadi kebiasaan itu pun menjadi senjata ampuh yang tak pernah tergantikan.

“Kau … selalu saja lupa dan meminta maaf dengan mudah. Ck, dasar perempuan,” celotehnya.

Menghadapi celotehan lelakinya, Akira justru melempar tawa. Ia tahu, pada saat-saat seperti ini, pemuda Ha itu akan memanfaatkan keadaan dengan sebaik-baiknya untuk dijadikan alasan bermanja-manja. Well, tidak ada salahnya memang, tetapi jujur saja, meski mereka sudah berhubungan cukup lama, polah Sungwoon yang seperti bocah ini adalah sesuatu yang tak bisa Akira tolak. Mau bagaimanapun, Akira akan luluh seketika. Bahkan, saat-saat ia dipenuhi amarah pun, cara Sungwoon yang seperti ini akan selalu ampuh.

“Tapi, tenang saja. Mau semenyebalkan apa pun seorang Akira Ahn, mau selama apa pun kau menduakanku dengan ponselmu itu, kau tetap tak akan bisa berpaling dariku. Dari pesona Ha Sungwoon yang mematikan. Benar, bukan?”

Sungwoon menaikkan kepalanya. Maniknya kini beradu pada milik Akira yang terlihat cerah. Menaik-naikkan alis matanya guna menggoda, sontak tawa yang Akira tahan pada akhirnya meledak juga. Well, Sungwoon memang tidak ada duanya. Soal goda-menggoda pun ia tidak memiliki saingan. Dan, yeah, Akira sendiri tak mengerti kenapa ia bisa jatuh hati pada seorang lelaki seperti Ha Sungwoon.

“Hei, Sungwoon-a, coba kau katakan dengan jujur. Kau … memantra-mantrai aku, ya? Aku masih tak habis pikir kenapa aku bisa-bisanya terjebak dengan kau yang … sungguh, bolehkah aku berkata jujur? Kau itu … lelaki yang tak tahu malu.”

“Hei!” Sungwoon mencebik. “Tapi, kau sayang padaku, bukan?”

“Tentu saja!” Lantas, kecupan-kecupan kilat ia daratkan pada pipi tembam milik Ha Sungwoon sebanyak-banyaknya.

Tawa lantang kini mengisi ruangan. Mengabaikan eksistensi manusia lainnya yang berada di sekitar, pasangan kekasih itu seperti sengaja membiarkan rasa bahagia mereka menjulang amat tinggi. Seolah tak ingin ada perselisihan apalagi hingga menghadapi perpisahan.

“Hei-hei, berhenti, orang-orang melihat ke arah kita, tahu!”

[4]
Yoon Jisung x Ruby Lee

“RUBY-SSI!”

Pekik kuat dibarengi lambaian tangan dari arah seberang membuat Ruby mendengus kesal. Lelaki itu, lelaki yang sudah menjadi kekasihnya selama tiga tahun dan masih saja memanggilnya seperti itu. Bukannya apa-apa, lelaki bernama Yoon Jisung itu sejatinya hanya mencoba untuk menggodanya. Mengesalkan memang, karena tanpa alasan yang jelas, Ruby justru benci dipanggil seperti itu oleh kekasihnya sendiri. Kesannya, seperti mereka itu orang asing yang baru bertemu sekali-dua kali.

Usai lampu jalanan berubah merah dan lampu pejalan kaki menjadi hijau, Ruby lekas menyeberangi jalanan bersama dengan gerombolan manusia lainnya. Tidak butuh waktu lama baginya untuk tiba di seberang dan berhadapan dengan lelakinya. Sontak, satu pukulan cukup keras ia layangkan ke kepala pemuda Yoon itu.

Ya! Sudah berapa kali kubilang, berhenti memanggilku Ruby-ssi, Ruby-ssi! Dan jangan berteriak seperti tadi. Berisik, tahu!”

Sementara Ruby sibuk melancarkan protesnya, Jisung justru terbahak keras dan mengabaikan kekesalan gadisnya yang tampak jelas.

“Dasar lelaki aneh!”

Ck, selalu mengata-ngataiku tetapi kau justru jatuh cinta padaku. Benar, ‘kan? Ruby-ku ini sudah tergila-gila padaku.”

“Terserah kau saja, Yoon!”

“O, Ruby-ku baru saja merajuk!”

Ruby mendesah pasrah. Tampaknya, mood sang pemuda tengah berada pada level tertinggi kini. Berbanding terbalik dengannya yang sedang dalam kondisi tidak baik. Jangankan meladeni guyonan kekasihnya, untuk sekadar membalas pun ia enggan. Entahlah, mungkin efek tugas perkuliahan yang kian menumpuk dan tak kunjung usai.

“Kau lelah, ya? Tidak seperti biasanya,” oceh Jisung. “Baiklah-baiklah, aku mengerti kau benar-benar lelah dan, yeah, oleh karena itu aku mengajakmu keluar. Healing time!”

“O, aku tak tahu apakah menghabiskan waktu bersamamu bisa dikatakan sebagai healing time. Memikirkannya saja sudah membuatku bergidik. Hei, Yoon Jisung, apa yang sudah kau persiapkan untuk acara healing time-mu itu, huh?”

Tersenyum penuh rahasia, Jisung yang enggan menjawab justru menarik lengan Ruby dan menyeret kekasihnya itu dalam diam. Meski protes tak kunjung berhenti menguar dari bibir Ruby, pemuda Yoon itu tetap mengabaikan. Hingga keduanya telah tiba di sebuah taman yang cukup luas pun dipenuhi warna hijau yang memanjakan mata.

“Saatnya piknik!”

Wajah Ruby berubah sumringah. Well, Jisung terkadang memang sulit untuk bisa diandalkan, tetapi untuk kali ini ia akan mengakui bahwa lelakinya itu sungguh perhatian. Piknik adalah pilihan yang tepat untuk melepas penat. Memandangi padang hijau yang menenangkan sembari menyantap makanan buatan rumah, hal apa lagi yang bisa menghilangkan lelah selain berpiknik?

Namun agaknya, ekspektasi Ruby terlalu tinggi tadi. Ya, mereka memang berpiknik. Menggelar tikar di atas rerumputan lantas duduk santai di atasnya. Tetapi ada satu hal penting yang dilupakan—atau justru Jisung memang sengaja mencoret hal tersebut dari ‘piknik’ yang ia rencanakan.

“Kau … sungguh!” Ruby berdecak. Tak tahu harus melontarkan kata-kata apa lagi pada saat seperti ini. Si gadis justru memilih untuk berbaring menelungkup di atas tikar sembari mendesah terus-terusan. “Seharusnya aku menolak ajakanmu. Seharusnya aku tidur saja di rumah. Seharusnya aku tidak terlalu banyak menaruh harapan padamu. Dasar Yoon Jisung menyebalkan!”

Jisung kebingungan. Ia tak mengerti kenapa gadisnya justru makin uring-uringan. Mencoba mendekat dan melontarkan pertanyaan, Jisung justru mendapat tatapan mematikan yang membuat nyalinya ciut.

Ugh, aku benar-benar tak mengerti perempuan sepertimu!” Jisung bercedak. “Memangnya apa salahku, huh? Aku sudah mempersiapkan piknik ini dan—“

“Jisung bodoh! Mana ada piknik tanpa makanan buatan rumah atau apalah itu! Kenapa kau hanya membawa tikar ini saja, huh? Aku kelaparan, tahu! Kukira kau benar-benar perhatian dan bisa bersikap romantis sekali saja. Tapi, ck, aku terlalu banyak berharap pada pemuda mengesalkan sepertimu!”

Ruby semakin digerogoti perasaan kesal. Namun Jisung, justru tak ingin menjadi pihak yang selalu disalahkan. Well, ia sudah mencoba yang terbaik, meski hal terpenting justru ia lupakan. Karena bagi Jisung, hal terpenting dari piknik adalah bermalas-masalan. Dan sepertinya Ruby tengah memanfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya.

Diam-diam, Jisung mengulum senyum nakal. Mencoba mengikis jarak dengan kekasihnya yang masih menggelepar di atas tikar mereka, pemuda Yoon itu kemudian mengikuti jejak kekasihnya. Namun dengan mengambil posisi di atas tubuh gadisnya.

“Yoon Jisung!”

Pekik tersebut ia abaikan. Jisung kini memejamkan matanya dan membiarkan seluruh berat badannya tertumpu pada tubuh si gadis. Masa bodoh dengan kemarahan Ruby yang bisa-bisa mencabiknya nanti, yang penting sekarang ia ingin beristirahat meski dengan pekikan Ruby yang kian lantang.

Ya! Turun! Kau berat, tahu!”

“Aku tidak mendengarmu,” ucap Jisung datar lantas terkikik sendirian.

“YOON JISUNG! MATI KAU!”

[5]
Kang Dongho x Yoon Jooeun

Dongho menunggu dengan sabar meski sesekali maniknya melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Ketukan-ketukan pelan tercipta tanpa sadar oleh sepasang kakinya demi membunuh rasa bosan. Seharusnya, Jooeun telah tiba dan penantian panjangnya usai sudah. Tetapi, sekarang sudah lewat dari jadwal kedatangan kereta dari Busan dan sosok Jooeun tak kunjung terekam di penglihatan.

Rasa rindunya terkontaminasi sudah. Tidak lagi menggebu, justru diliputi cemas tak menentu. Apa yang terjadi pada Jooeun sehingga gadis itu belum sampai jua? Atau apakah Dongho menunggu di tempat yang salah? Entahlah. Mencoba menghubungi gadis itu pun, nihil hasilnya. Panggilannya selalu dialihkan ke kotak suara. Sebenarnya, di mana Yoon Jooeun saat ini?

Sementara rasa cemasnya kian meluas, Dongho tak lagi bisa menunggu dengan tenang. Memutuskan untuk beranjak dari tempatnya menunggu sejak satu jam yang lalu, Dongho baru akan melangkahkan jejak ketiganya ketika sebuah suara tak asing membuatnya membalikkan badan kilat.

“DONGHO-YA!”

Adalah Yoon Jooeun yang kini tengah berlari menuju Dongho yang baru saja melepaskan napas lega.

“O, bayi koalamu datang!”

Tak butuh waktu lama bagi Jooeun untuk mendarat di dalam pelukan Dongho sembari ia menyemburkan tawa. Jooeun menempel dengan kuat. Kedua kakinya telah melingkar di pinggang si pemuda sedang lengannya mendarat di pundak lebar milik kekasihnya. Lantas satu kecupan singkat ia hadiahkan tanpa aba-aba.

Dongho tertawa lalu membawa gadisnya berputar beberapa kali sebelum kemudian menurunkannya koala kecil miliknya itu.

“Aku merindukanmu!” seru Jooeun kemudian.

“Kenapa terlambat, huh? Kau membuatku cemas.”

“O, maaf, aku lupa memberitahumu jika aku tidak jadi naik kereta yang pertama dan berganti ke jadwal yang selanjutnya. Lalu ponselku mati, jadi, yeahhehe.”

Ck, pantas saja aku tak bisa menghubungimu dari tadi.” Dongho mencebik namun raut wajahnya justru membuat Jooeun terkikik geli. “Kenapa?”

“Tidak ada. Kau lucu.”

“Hei, kau adalah satu-satunya orang yang mengatakan kalau aku ini lucu, tahu.”

Aigoo, Dongho-ku ini adalah lelaki paling lucu!” Jooeun berseru sembari menepuk-nepuk kepala Dongho pelan. Berpolah seperti seorang ibu yang tengah membelai anaknya yang baru saja melakukan kebaikan.

Sifat Jooeun yang seperti inilah yang membuat Dongho mau tak mau jatuh dalam pesonanya. Meski pertemuan pertama mereka bisa dibilang cukup memalukan, tetapi pada akhirnya takdir tidak terelakkan.

Sejatinya, Dongho tahu benar bahwa ia dan Jooeun memiliki banyak kesamaan. Dan kesamaan itulah yang membuat hubungan keduanya semakin terjalin erat. Jooeun itu tipikal gadis galak yang keras kepala, dan begitu pula dengan Dongho. Meski pada kenyataanya segala yang terlihat tidaklah selalu sama. Meski di luar mereka berdua terlihat menyeramkan, tetapi kenyataannya justru mereka memiliki cara sendiri untuk mengekspresikan diri. Ada banyak sisi lain dari dirinya yang hanya bisa Dongho perlihatkan pada gadis Yoon tersebut. Seperti takdir memang menginginkan keduanya untuk selalu bersama.

Usai melepas rindu secara singkat, Dongho lekas menyambar ransel yang menggantung di pundak Jooeun tanpa permisi.

“Aku bisa membawanya sendiri, kok. Lagi pula tidak terlalu berat.”

No. Aku yang akan melakukannya.”

“Kau ini, terbiasa memanjakan perempuan lemah di luar sana, huh?”

“Hei, kata siapa? Tidak ada yang lain, tahu. Kau satu-satunya.” Dongho lantas mencubit pelan kedua pipi Jooeun lantaran ia merasa geram. “Aigoo, Jooeun-ku ini ternyata cemburuan juga, ya?”

Jika biasanya Jooeun akan mengamuk ketika diperlakukan seperti ini, namun untuk kali ini si gadis justru tertawa dengan keras. Entah karena ia sungguh menikmati kebersamaannya dengan si pemuda atau memang Jooeun telah menemukan tambatan hati yang tepat.

“Jika saja kau bukan Kang Dongho, mungkin aku sudah melemparmu ke jalanan sekarang,” celoteh Jooeun.

“Jadi … kau benar-benar telah jatuh cinta padaku, huh?”

“Hm … mungkin?” Jooeun kembali tergelak. “Ah, sudah-sudah, kau ini suka sekali membuatku overdosis tawa. Ayo kita pulang. Kak Junghan pasti sudah menungguku di rumah.”

Mengekor di belakang setelah si pemuda terlebih dahulu memimpin jalan, Jooeun yang tiba-tiba disinggahi ide jahil lekas melompat ke atas punggung Dongho tanpa aba-aba.

“Ah, aku lelah sekali!” seru Jooeun sembari mencari posisi yang nyaman untuk menyandarkan kepalanya.

Sementara itu, Dongho hanya bisa terkikik pelan. Jooeun memang sulit untuk ditebak tingkahnya, tetapi inilah salah satu alasan kenapa Kang Dongho memilih gadis urakan itu ketimbang gadis-gadis lain di luar sana.

“Ya sudah, ayo kita pulang!”

[6]
Ong Seungwoo x Park Jia

Lampu-lampu taman berkelip mengalihkan atensi Seongwoo dari permen kapas dalam genggamannya. Suasana yang senyap tiba-tiba membuah pemuda itu merasa pengap. Well, ia memang tidak sendirian, melainkan bersama sang kekasih yang tengah sibuk dengan permen kapas miliknya. Jika dilihat dengan saksama, Seongwoo terlihat tengah terabaikan kini. Wah, gadis itu sungguh menduakan seorang Ong Seongwoo dengan sebuah permen kapas?

“Hei, Jiji!” Panggilan bernada kesal itu membuat si gadis menelengkan kepala dengan raut datar.

Sudah menjadi rahasia umum jika seorang Park Jia termasuk dalam kaum introvert tingkat akhir. Dan anehnya, gadis nyaris bisu sepertinya justru terjebak dengan seoarang pemuda yang memiliki sifat bertolak belakang. Siapa yang tidak mengenal Ong Seongwoo?

“Aku bosan,” keluh Seongwoo lantas berdiri dari duduknya. “Mau kutunjukkan sesuatu?”

Jia yang sebenarnya tidak terlalu tertarik mau tak mau memaku tatap pada kekasihnya yang tengah menyodorkan permen kapas miliknya yang tersisa sedikit.

“Kau bisa menghabiskannya.” Seongwoo tertawa.

“Terimakasih,” balas Jia datar.

Kini Seongwoo membuat jarak lantas menepuk-nepuk tangannya beberapa kali. Melakukan sedikit perenggangan, Seongwoo kemudian menaikkan sedikit celananya lantas berujar, “Semalam aku melihat pertandingan taekwondo di kampus. Dan, yeah, sepertinya terlihat menyenangkan. Jadi aku melatih beberapa tendangan tadi. Mana tahu, aku bisa jadi atlet taekwondo juga. Lumayan, kan. Aku jadi bisa menjagamu jika pandai bela diri, benar?”

Jia masih bungkam meski tatapnya tetap tertuju pada si pemuda.

“Oke, aku akan menunjukkannya padamu.”

Usai berujar demikian, Seongwoo segera melepaskan beberapa tendangan-tendangan secara acak. Gerakannya tak teratur, bahkan keseimbangannya pun bisa dikatakan amat buruk. Seharusnya, siapa saja yang melihat bisa menilai bahwa Seongwoo tak memiliki bakat dalam hal bela diri. Dan lagi, gerakan si pemuda malah lebih terlihat seperti ia tengah berkelakon demi mengundang tawa yang dapat mencairkan suasana.

Tidak butuh waktu lama hingga Jia melepaskan desahan lantas kembali terfokus pada permen kapas miliknya. Ia benar-benar tak tertarik untuk meladeni tingkah abnormal kekasihnya tersebut. Malam ini, suasana hatinya sedang sedikit buruk dan hanya permen kapaslah yang bisa menjadi penawarnya. Bukan tingkah konyol pemuda Ong itu yang justru membuatnya semakin terlihat kesal.

Seongwoo yang tersadar bahwa tingkahnya diabaikan lekas berhenti. Ia berdecak. Mengomelkan sesuatu secara tidak jelas lantas mendekati kekasihnya. Satu tarikan tangan berhasil membuat Jia beranjak dari duduknya. Ia terkejut juga kesal lantaran merasa diganggu. Sembari memaku tatap sebal pada si pemuda, Jia yang mencoba untuk duduk kembali justru mendapatkan sebuah tendangan—cukup—keras pada pahanya.

“Aduh!” Ringisan itu tanpa sadar menguar dari bibir mungil si gadis. “Ya, Ong! Apa yang kau lakukan, huh?”

“Mengajakmu bermain,” jawab Seongwoo tak acuh. “Kau kenapa, sih? Dari tadi cemberut mulu. Aku bahkan sudah mencoba membuatmu tertawa dan merasa baikan, tetapi kau tetap diam seolah aku ini tidak ada.”

Jia kembali mendesah. Menghadapi Seongwoo yang kelewat absurd memang hal yang tidak mudah, tetapi tak pernah sekali pun ia merasa jengah. Well, terkadang Seongwoo itu cukup berguna, meski lebih sering melakukan hal yang tak terduga.

“Jiji-ya!”

“Hm?”

“Ayolah, berhenti memasang wajah seperti itu! Atau aku akan—“

Ucapan Seongwoo terpotong ketika tanpa disangka, sebuah tendangan melayang ke arahnya dan mendarat pada tungkainya yang tak siap. Sontak, si pemuda Ong terjungkal dengan tidak indahnya. Membuat tawa tersembur dari bibir Park Jia tanpa disadarinya.

“Kau curang!” Seongwoo berseru. “Hei, aku ‘kan belum siap, kenapa langsung menendangku seperti itu, huh?”

“Kau terlalu berisik. Kepalaku sakit mendengarmu berceloteh tak ada hentinya,” balas Jia datar. “Sudah malam, ayo kita pulang.”

Jia yang mulai menguntai langkah sukses membuat Seongwoo melongo di tempat. Terburu-buru, pemuda itu bangkit lantas mengejar gadisnya yang sudah meninggalkannya terlebih dahulu. Lantas  Seongwoo memberikan pelukan dari belakang ketika ia berhasil menyusulnya.

“O, Jiji-ku tadi tertawa! Benar, bukan?”

Ck, lepaskan. Panas, tahu.”

“Tidak akan. Sebelum kau ….”

“Sebelum aku?”

“Menciumku. Nih.” Seongwoo menyodorkan pipinya, bersiap menyambut kecupan dari kekasihnya.

Cih, dasar mesum.”

Si pemuda mencebik lantas mengerucutkan bibirnya kesal. “Dasar pelit! Kalau begitu … aku saja yang menciummu, ya?” Dan satu kecupan kilat Seongwoo daratkan pada bibir gadisnya lantas ia tersenyum lebar sembari memaku tatap pada wajah Jia yang mulai memanas.

“Oh! Pipimu bersemu! Kalau begitu satu kecupan lagi.”

Dan Jia yang masih syok lantaran kecupan sebelumnya masih mematung meski Seongwoo sibuk menghujani wajahnya dengan kecupan-kecupan lainnya.

-Fin.

Yey, debut yey!

7 thoughts on “[Ficlet-Mix] Dating Time

  1. ih baper kamu teh nulisin para mantan juga aku kira cuma yg bersebelas…………… dah aku mau komenin siapa yaa bapak jaehwan yth wkwkwkwkwkk gatauu knp dia lucu banget aku gemes sama bapak huhuhu. minki minta bgt ditabok yaa anjiiirrrrr sementang dia lebih cantik dr cewenya /ga/ jd kaya gituu hhhhhhh. yoonjisung akskdjdjfjfjfjfjkksks sama leeruby bhaks. anjiir jisung kekanakan bat gaada oppa choromnya bye. DADDY DONGHO AKU KANGEN HUHUHUHUHUHUHUHUHUHUHUHUHU /udah gitu aja/ /ditampol mbajoo/ ong yaa ong…….. gatau mau komenin ong apa dia ko menang banyak malah jd kecupin jiji bhaks anjir ong ong tobat sana woi. eh eh hasung(?) ketinggalan yaaampuun knp dia juga maniss cemburuan malah protektip huhuhuhu

    dah gitu aja apa babget komennyaa hhhh intinya dr tulisan tuh cuma kurindu yooseonho /dibalang/ lanjooot lanjoottt, megaton-bomb niimm!!! hahahahaha

    Like

  2. Aduh kenapa ini sungguh sungguh sungguh sungguh sungguh manis dan menyebalkan. Bayangkan aku punya pacar kaya jisung 😦 pikasebelen tapi mesum mesum gimana gitu ya. Kalau bapak Jaehwan yang terhormat sih lucu kayanya.

    Like

  3. ANJAY PADA GADA YANG BERES SEMUAAAA, SINTING KABEH

    Bapak jaehwan yang terhormat sudah tidak terhormat lagi wkwkwkwk dia bisa kaya gitu juga ya kalo ketemu cewenya pfft trus pas dia ketawa aku masih kebayang tawa horornya dia pas makein lipstik ke minhyun hmmph

    CHOI MINKI RASAIN LU HAHAHA akhirnya ada cewe yang bisa bikin dia kicep bhak lanjutkan kediktatoranmu mba kyungju pfft

    YA AMPUN HA SUNGWOON MANIS BANGET ih kasih satu yang kaya dia, yang hobinya manja2 gitu ih gemes

    JISUNG-SSI SIALAN KAMU TANTE hahaha yakali cewe lu digeleparin gitu yang ada sesek napas lu dibunuh beneran sama ruby wkwkwk etapi dia bisa manis ya kalo jadi cowo /eh

    WKWKWK AKHIRNYA YOON JOOEUN MENEMUKAN PAWANGNYAAAA pfft kalian tuh sama2 galak kenapa kalo pacaran lucu manis gitu sih? Wkwk

    INI APA ONGJIA-KUUUUUUU yaampun aku jadi delulu ini dipeluk ong dari belakang trus dikecup2 kaya gitu otokeeee~ ong kamu gantheng kalo normal, tapi tingkah absurdmu itu bonus buat jia /aseeeek

    DAH GITU AJA, ABIS INI TUNGGU PUNYAKU YANG PEPIYIKAN YA TUNGGU PFFT BHAY PIN BHAY MUAH 😘😘

    Like

  4. bentaran kak yaallah ngambil napas terlebyh dwulu

    ASTAGFIRULLAH

    BENERAN UDAH DIDEBUTIN NIH YA MANA BAPAK YAALLAH SEBENERNYA YANG CEWEK ITU JAEHWAN APA WOFFINYA /DIBUANH

    YAALLAH TERUS KENAPA PULA MINKI HARUS BERSEMAYAM DI DALAM TROLI ALAHHHHHH

    NANGIS SOALNYA BAYANGIN SUNGWOON NGE POUT TERUS MERAJUK TERUS TERUS-

    maaf sintianya pingsan onlen bentaran

    JISUNG YHA, LIKE BRO LIKE SIST. terus yang bener aja sung piknik ga makan, jadi ruby mah pulang aja terus selingkuh sama seokjin /dibuang

    BENERAN JOOEUN SAMA DONGHO, YAALLAH BYEBYE HANSOL:-(

    TERUS KENAPA JIA INI SAMA SEUNGWOO YAALLAH HUWAAA NANGIS VIRTUAL BENRAN DEEEEEEHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH EMANGS EBENERNYA SEUNGWOO TUH BF ABLE TAPI COCOKAM DI TEMENIN AJA ASIK:)))))

    UDAH AH UDAH MAMPIR NYIE

    Like

Leave a Review